Cerita menginspirasi (kisah milik pribadi 2008) - Percakapan dengan tukang bakso
Bismillahirahmannirahim...
Sore itu aku sudah menyelesaikan semua pekerjaanku, berkas demi berkas aku susun dan meja kerja sudah sangat rapih dan tertata, tinggal menunggu jam berdetak tepat pukul lima sore artinya aku sudah bisa pulang kekosan. sambil menunggu waktu bergulir, tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat menggairahkan, yaitu suara "tok tok tok" tau itu suara apa? ketok pintu ? bukaaaan, suara paku diketok? bukaaan.....:) suara itu adalah dari penjual bakso keliling yang selalu lewat didepan kantorku di kawasan pondok indah.
dengan secepat angin wuuuusssh....aku panggil tukang bakso itu dari jendela kantor.
semangkok bakso segar, pedas dan "nyumiiii" menambah ceria soreku, ditambah pula temen-temen kantorku ngga bermodal beli bakso, mereka iseng nyomot satu persatu bakso dimangkokku, sehingga suasana makan baksoku saat itu sangat riuh dan rusuh. :D
tanpa sadar, bakso dimangkokku habis, mau nambah tapi ko ragu sekali ya, karena statusku saat itu adalah anak kosan yang setiap rupiah terhitung pasti.
yaah, mau ngga mau mangkok yang masih memanggil manggil aku untuk segera mengisinya lagi dengan bakso harus aku kembalikan kepada pemiliknya, yaitu abang bakso.
aku keluarkan uang sebesar Rp. 10.000 dari kantong sakuku, abang bakso itu menerima dengan senyum.
sambil terus memperhatikan abang bakso meletakkan uangku didalam kotak uang digerobaknya, saat itu abang bakso memecahkan bilangan uang Rp. 10.000-ku menjadi 3 bilangan. Rp. 3000 beliau masukkan dalam dompet pribadinya, Rp.3000 yang kedua beliau masukkan dalam kotak uang digerobaknya, lalu bilangan terakhir Rp. 4000 beliau masukkan kedalam kaleng susu kecil. yang dilakukan oleh beliau membuatku tertarik dan tanpa sadar bertanya
"bang, ko dipisah gitu uangnya?"
"iya neng, yang didompet buat saya hidup dengan istri saya, yang kotak digerobak untuk muter usaha bakso ini, dan yang kaleng kecil itu buat saya tabung" jelasnya.
aku tertegun dan semakin penasaran untuk bertanya "tujuannya untuk apa bang?"
"kalo diatur seperti itu saya jadi bisa mengatur segalanya dalam hidup saya, semua bagian jadi jelas gunanya untuk apa, seperti uang dalam kaleng itu saya jadikan tabungan tetap saya. alhamdulillah dari kaleng itu tiap tahun saya bisa berqurban kambing neng" urainya.
mendengar uraiannya aku makin terperanjat saat beliau mengucapkan bisa berqurban kambing setiap tahun. sebuah tanda besar dalam benakku. semakin penasaran ingin tahu lebiiiiiiih.........sore itu aku berlagak seperti wartawan yang sedang menginterview narasumbernya.
"ko bisa sih bang, qurban tiap tahun. harga kambing kan mahal" tanyaku menyelidik
"makanya neng, abang pisahin gini, biar uangnya fokus buat ditabung dan ngga dipake untuk yang lain. ahamdulillah juga dalam 4 tahun ini uang dikaleng ini jg sudah terkumpul untuk saya dan istri pergi haji, insya Allah tahun depan saya berangkat, doain ya neng" jelasnya sambil membersihkan mangkok bekas aku makan.
mendengar penjelasannya aku makin ngga percaya atas apa yang kudengar, dalam hati aku berkata "mana mungkiiiiin, haji kan bagi yang mampu" dan bisikan dalam hati ini tanpa sadar keluar dari mulutku dan didengar oleh beliau.
sambil terus mencuci sambil tersenyum, beliau menjelaskan keraguanku
"neng, kata mampu itu menurut siapa? setiap manusia punya takaran mampu masing-masing. misal, pa RT bahkan pejabat sekalipun sebuah kata mampu akan punya arti berbeda bagi mereka. termasuk bagi saya, kata mampu bagi saya, ya ketika uang ini terkumpul untuk biaya haji, maka saya bisa bilang saya sudah mampu, Allah kan mengatakan hal mampu itu ngga pilih-pilih untuk hambanya yang mana, neng."
penuturannya membuatku terharu, dan air mata jatuh kepipiku begitu saja tanpa kendali, sejenak aku berfikir betapa banyak uang yang aku hambur-hamburkan untuk beli baju, untuk nonton, untuk ini dan itu. ngga pernah sekalipun terlintas dibenakku untuk menyisihkan uang sekedar untuk beramal. saat itu aku hanya bisa menatap abang bakso yang berpamitan padaku untuk kembali keliling jualan bakso, tatapanku ngga lepas dari sosok itu, sosok yang menyadarkanku akan banyak hal yaitu tentang bagaimana menggunakan uang yang bermanfaat, tentang ketaqwaan kepada Allah menjadi milik siapapun hambanya yang berfikir, tentang berfokus dalam tujuan hidup karena hidup itu sebentar sekali jika kita berleha-leha, dan banyak lagi hal lainnya yang sulit dituliskan. sosok itu sudah tak terlihat lagi dipandanganku tapi doaku seiring langkahnya semoga Allah menjaganya dan menjadikan beliau hambaNYA yang beruntung, aamiin.
perlahan dan pasti aku berjalan memasuki kantor dan melihat jam sudah berada diangka lima lebih lima belas menit. aku segera mengambil tasku dan berjalan pulang, teman-temanku melihat langkahku yang gontai bertanya-tanya bahkan ada yang ngga segan-segan menyeletuk "kenapa tuh bintan, keselek bakso kali tadi"
celetukan mereka membuatku menoleh pada mereka lalu tersenyum, segera aku berpamitan pada mereka. dan sepanjang perjalananku kerumah, aku menoreh janji dalam hidupku bahwa mulai hari inilah aku akan berubah. Semoga perubahanku di ridhoi Allah, aamiin.
Sore itu aku sudah menyelesaikan semua pekerjaanku, berkas demi berkas aku susun dan meja kerja sudah sangat rapih dan tertata, tinggal menunggu jam berdetak tepat pukul lima sore artinya aku sudah bisa pulang kekosan. sambil menunggu waktu bergulir, tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat menggairahkan, yaitu suara "tok tok tok" tau itu suara apa? ketok pintu ? bukaaaan, suara paku diketok? bukaaan.....:) suara itu adalah dari penjual bakso keliling yang selalu lewat didepan kantorku di kawasan pondok indah.
dengan secepat angin wuuuusssh....aku panggil tukang bakso itu dari jendela kantor.
semangkok bakso segar, pedas dan "nyumiiii" menambah ceria soreku, ditambah pula temen-temen kantorku ngga bermodal beli bakso, mereka iseng nyomot satu persatu bakso dimangkokku, sehingga suasana makan baksoku saat itu sangat riuh dan rusuh. :D
tanpa sadar, bakso dimangkokku habis, mau nambah tapi ko ragu sekali ya, karena statusku saat itu adalah anak kosan yang setiap rupiah terhitung pasti.
yaah, mau ngga mau mangkok yang masih memanggil manggil aku untuk segera mengisinya lagi dengan bakso harus aku kembalikan kepada pemiliknya, yaitu abang bakso.
aku keluarkan uang sebesar Rp. 10.000 dari kantong sakuku, abang bakso itu menerima dengan senyum.
sambil terus memperhatikan abang bakso meletakkan uangku didalam kotak uang digerobaknya, saat itu abang bakso memecahkan bilangan uang Rp. 10.000-ku menjadi 3 bilangan. Rp. 3000 beliau masukkan dalam dompet pribadinya, Rp.3000 yang kedua beliau masukkan dalam kotak uang digerobaknya, lalu bilangan terakhir Rp. 4000 beliau masukkan kedalam kaleng susu kecil. yang dilakukan oleh beliau membuatku tertarik dan tanpa sadar bertanya
"bang, ko dipisah gitu uangnya?"
"iya neng, yang didompet buat saya hidup dengan istri saya, yang kotak digerobak untuk muter usaha bakso ini, dan yang kaleng kecil itu buat saya tabung" jelasnya.
aku tertegun dan semakin penasaran untuk bertanya "tujuannya untuk apa bang?"
"kalo diatur seperti itu saya jadi bisa mengatur segalanya dalam hidup saya, semua bagian jadi jelas gunanya untuk apa, seperti uang dalam kaleng itu saya jadikan tabungan tetap saya. alhamdulillah dari kaleng itu tiap tahun saya bisa berqurban kambing neng" urainya.
mendengar uraiannya aku makin terperanjat saat beliau mengucapkan bisa berqurban kambing setiap tahun. sebuah tanda besar dalam benakku. semakin penasaran ingin tahu lebiiiiiiih.........sore itu aku berlagak seperti wartawan yang sedang menginterview narasumbernya.
"ko bisa sih bang, qurban tiap tahun. harga kambing kan mahal" tanyaku menyelidik
"makanya neng, abang pisahin gini, biar uangnya fokus buat ditabung dan ngga dipake untuk yang lain. ahamdulillah juga dalam 4 tahun ini uang dikaleng ini jg sudah terkumpul untuk saya dan istri pergi haji, insya Allah tahun depan saya berangkat, doain ya neng" jelasnya sambil membersihkan mangkok bekas aku makan.
mendengar penjelasannya aku makin ngga percaya atas apa yang kudengar, dalam hati aku berkata "mana mungkiiiiin, haji kan bagi yang mampu" dan bisikan dalam hati ini tanpa sadar keluar dari mulutku dan didengar oleh beliau.
sambil terus mencuci sambil tersenyum, beliau menjelaskan keraguanku
"neng, kata mampu itu menurut siapa? setiap manusia punya takaran mampu masing-masing. misal, pa RT bahkan pejabat sekalipun sebuah kata mampu akan punya arti berbeda bagi mereka. termasuk bagi saya, kata mampu bagi saya, ya ketika uang ini terkumpul untuk biaya haji, maka saya bisa bilang saya sudah mampu, Allah kan mengatakan hal mampu itu ngga pilih-pilih untuk hambanya yang mana, neng."
penuturannya membuatku terharu, dan air mata jatuh kepipiku begitu saja tanpa kendali, sejenak aku berfikir betapa banyak uang yang aku hambur-hamburkan untuk beli baju, untuk nonton, untuk ini dan itu. ngga pernah sekalipun terlintas dibenakku untuk menyisihkan uang sekedar untuk beramal. saat itu aku hanya bisa menatap abang bakso yang berpamitan padaku untuk kembali keliling jualan bakso, tatapanku ngga lepas dari sosok itu, sosok yang menyadarkanku akan banyak hal yaitu tentang bagaimana menggunakan uang yang bermanfaat, tentang ketaqwaan kepada Allah menjadi milik siapapun hambanya yang berfikir, tentang berfokus dalam tujuan hidup karena hidup itu sebentar sekali jika kita berleha-leha, dan banyak lagi hal lainnya yang sulit dituliskan. sosok itu sudah tak terlihat lagi dipandanganku tapi doaku seiring langkahnya semoga Allah menjaganya dan menjadikan beliau hambaNYA yang beruntung, aamiin.
perlahan dan pasti aku berjalan memasuki kantor dan melihat jam sudah berada diangka lima lebih lima belas menit. aku segera mengambil tasku dan berjalan pulang, teman-temanku melihat langkahku yang gontai bertanya-tanya bahkan ada yang ngga segan-segan menyeletuk "kenapa tuh bintan, keselek bakso kali tadi"
celetukan mereka membuatku menoleh pada mereka lalu tersenyum, segera aku berpamitan pada mereka. dan sepanjang perjalananku kerumah, aku menoreh janji dalam hidupku bahwa mulai hari inilah aku akan berubah. Semoga perubahanku di ridhoi Allah, aamiin.
Komentar
Posting Komentar